1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
(Siska Dwi satya)
Menurut Soetomo
(2002) dalam Kurniawan dan Kusnandar
(2015), ada beberapa factor penting untuk mencapai
keberhasilan budidaya tambak. Salah satu factor penting tersebut adalah
pemupukan. Pemupukan tambak
merupakan faktor penting untuk mencapai keberhasilan budidaya tambak. Hal ini
mengingat daya kemampuan tanah tambak yang terbatas dalam mempertahankan
kesuburannya, yang mengakibatkan suburnya makanan alami terutama berupa klekap,
lumut yang tumbuh pada pelataran tambak maupun yang hidup dalam air sebagai
plankton. Kemerosotan kesuburan tanah disebabkan oleh kesalahan pengelolaan
yang tidak memberikan imbangan bagi kelestarian kesuburan tanah.
Menurut Pratiwi et al. (2010), tujuan utama diterapkannya pemupukan di kolam
adalah untuk mempertahankan ketersediaan unsur hara yang optimal bagi
keberlangsungan produksi biologi dalam air. Dalam hal ini unsure
hara sangat penting untuk mengoptimalkan kualitas air. Aplikasi pemupukan yang sebaiknya dilakukan
adalah dengan menetapkan dosis pupuk sesuai dengan warna air kolam. Kondisi
ekologi setiap kolam menggambarkan pengaruh pemupukan terhadap
produktivitasnya. Jadi dosis maupun proses pemupukan akan disesuaikan
dengan keadaan produktivitas perairan atau dalam bentuk warna perairan.
Pemupukan dilakukan setelah usai pengeringan dan rehabilitasi kolam
atau menjelang diisi air. Macam pupuk yang lazim digunakan adalah pupuk
organik, berupa pupuk kandang dan pupuk hijau. Cara pemupukan dilakukan dengan
menimbun onggokan pupuk di berbagai sisi kolam, terutama di atas permukaan
pelataran kolam. Pada kolam-kolam yang sirkulasi airnya lancar, pupuk sebaiknya
digundukkan di beberapa tempat. Sebaliknya, pada kolam yang sirkulasi airnya
terhambat, pupuk sebaiknya digundukkan dalam onggokan kecil-kecil. Jadi banyaknya pupuk
akan disesuaikan dengan jenis kolam. (Djarijah, 2001).
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), Pemupukan yang tinggi akan
mengakibatkan adanya polusi baik dalam lingkungan tanah maupun perairan di
sekitarnya. Kelembapan udara dan tanah menjadi lebih baik, maka kehidupan fauna
dan flora menjadi lebih baik juga. Aktivitas mikroba yang patogen pun menjadi lebih tinggi, demikian juga
gulma. Maka dosis harus disesuaikan sehingga tidak terjadi
polusi perairan. Jika dosis yang diberikan sesuai akan terjadi keseimbangan
pada flora dan fauna di perairan.
Kesuburan perairan menjadi fakor utama dalam kegiatan budidaya di
kolam atau tambak. Kesuburan perairan dapat dilihat dari faktor fisika, kimia,
dan biologi. Kesuburan perairan dapat dijaga dengan pemberian pupuk yang sesuai
untuk mempertahankan ketersediaan unsur hara yang optimal bagi keberlangsungan
produksi biologi dalam air. Pemupukan dapat dilakukan setelah proses
rehabilitasi dan difusi air dalam kolam. Pemberian pupuk akan disesuaikan
dengan jenis kolam maupun tingkat produktivitanya. Jika jumlah pupuk yang
diberikan berlebihan dapat menyebabkan polusi udara.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum Pemupukan dan
Kesuburan Perairan adalah agar praktikkan dapat mengetahui bagaimana cara
membuat pupuk, perhitungan rasio C/N, cara mengukur parameter kualitas
perairan, dan menganalisa tingkat kesuburan perairan berdasarkan data
pengukuran serta hubungan antar parameter.
Tujuan dari praktikum
Pemupukan dan Kesuburan Perairan adalah agar praktikkan dapat melakukan pembuatan
pupuk, melakukan pengukuran parameter kualitas air baik itu parameter fisika,
kimia maupun biologi.
1.3. WaktudanTempat
Praktikum
Pemupukan dan Kesuburan Perairan dilakukan pada tanggal 5 s/d 26 Maret 2016 di
Laboratorium Unit Pelaksana Teknis Perikanan Air Tawar Sumber Pasir dan
Laboratorium Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawijaya Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembuatan Pupuk
2.1.1Pengertian Pupuk
(Handian, Husna Nabilla)
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), pupuk adalah
suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik , kimia, atau biologi
tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Termasuk dalam
pengertian ini adalah pemberian bahan kapur dengan maksud untuk meningkatkan pH
tanah yang asam, pemberian legin bersama benih tanaman kacang-kacangan, dan
pemberian benah tanah (soil conditioner) untuk memperbaiki sifat fisik tanah.
Demikian pula, pemberian urea dalam tanah yang miskin akan meningkatkan kadar N
dalam tanah tersebut. Semua usaha tersebut dinamakan pemupukan. Dengan
demikian, bahan kapur, legin, pembenah tanah, dan urea disebut pupuk. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kesuburan pupuk dapat dipengaruhi oleh sifat kimia, fisika dan biologi.
Menurut
Hadisuwito (2007), pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk
menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Penggolongan pupuk umurnya
didasarkan pada sumber bahan yang digunakan, cara aplikasi, bentuk dan kandung
an unsur harganya. Berdasarkan bentuknya, pupuk organic dibagi dua yakni pupuk
cair dan padat. Sedangkan menurut sumber bahan yang digunakan pupuk dibagi menjadi
pupuk organik dan anorganik. Dalam pupuk organik, bahan-bahan organik akan
mengalami suatu proses pembusukan yang dilakukan oleh mikroorganisme yang
menyebabkan sifat fisiknya akan berubah dari semula. Dengan penambahan pupuk ke dalam tanah dalam bentuk organik maupun
anorganik dapat membantu meningkatkan kandungan unsur hara tanah.
2.1.2Macam-macam Pupuk (Mila dan
Rana)
Menurut Wianta (1983), pupuk yang dapat memberikan
unsur-unsur yang diperlukan tanaman dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
a.
Pupuk Organik atau pupuk alam, yaitu
pupuk yang berasal dari bahan-bahan organik, misalnya kotoran hewan, sisa-sisa
daun, sampah dan lain sebagainya. Contoh pupuk organik yaitu kotoran kuda,
kotoran sapi, kotoran domba, kotoran babi, kotoran ayam, kompos sampah dan
pupuk hijau. Pupuk organic
merupakan pupuk yang berasal dari alam. Pupuk ini cenderung lebih ramah
lingkungan jika dibanding dengan pupuk anorganik.
b. Pupuk
Anorganik atau pupuk buatan yaitu pupuk yang dibuat dari bahan-bahan anorganik.
Contoh pupuk anorganik yaitu urea, ZA, Sendawa chili, ES, DS, TSP, FMP, ZK 90,
ZK 96, KCl 80, KCl 90, Amofos, Complesal, Kalium nitrat, Nitrapo, Kalium
metafosfat, Monokalium fosfat, Rustica blue, Rustica yellow, Rustica red,
Amofoska, Nitrofoska A, Gandail D, Gandasil B, Dekastar dan Sandoflor. Pupuk anorganik merupakan pupuk buatan pabrik. Dalam
penggunaannya harus sesuai dengan dosis atau tidak berlebihan karena bersifat kurang
ramah lingkungan.
Menurut
Sudarmono (1997), pupuk dapat diberikan kepada tanaman dapat dikelompokkan
menjadi dua, yakni pupuk alam dan pupuk buatan.
a. Pupuk
alam
Pupuk alam disebut juga pupuk organik, yakni pupuk
yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Termasuk pupuk organik adalah
pupuk kandang, pupuk kompos, guano dan tepung tulang. Pupuk alam sering disebut dengan pupuk organic yang
bersifat lebih ramah lingkungan. Dalam penggunaannya pupuk ini cenderung tidak
mencemari lingkungan.
b. Pupuk
buatan
Pupuk buatan disebut juga pupuk anorganik atau pupuk
kimia (pupuk pabrik), pupuk yang dibuat dari bahan-bahan anorganik atau senyawa
kimia yang dibua oleh pabrik. Pupuk buatan ini dapat memberi unsur hara dalam
jumlah banyak. Pupuk ini
memiliki kelebihan dibanding pupuk alami karena menyumbangkan lebih banyak
unsur hara. Akan tetapi, dalam penggunaan yang berlebih dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan.
2.1.3 Kandungan pupuk (Bella foresy dan ayu retno)
Ada beberapa persyaratan teknis yang
harus diperhatikan berdasarkan standarisasi dalam pembuatan pupuk organik
granul. Hal tersebut diantaranya adalah
rasio C/N, kandungan bahan ikutan, kandungan unsur makro, kandungan unsur
mikro, kandungan bakteri patogen, kandungan organik dan kandungan kadar air.
Kandungan unsur makro C organik dalam pupuk organik granul akan memberikan
indikasi besarnya total material organic. Kandungan unsur hara makro adalah
komponen yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman. Sehingga semakin banyak
unsur hara makro C maka semakin tinggi pula bahan organiknya, begitu pula
dengan unsur N P K. Jika jumlah unsur hara makro tersebut tinggi dalam pupuk
maka akan berdampak baik terhadap tanaman air (Wahyono et al., 2011).
Pupuk kandang adalah pupuk organik yang
berasal dari kotoran ternak yang sudah melalui proses fermentasi , baik dari
jenis mamalia maupun unggas. Kandungan hara pada setiap pupuk kandang berbeda,
tergantungpada jenis hewannya. Kandungan / komposisi unsur hara berbagai pupuk
kandang disajikan dalam tabel sebagai berikut.
No
|
Jenis Pupuk Kandang
|
Kandungan Unsur Hara (%)
|
||
Nitrogen
|
P2O5
|
K2O
|
||
1
|
Sapi/ Kuda
|
0,5
|
0,2
|
0,5
|
2
|
Domba/ kambing
|
0,7
|
0,2
|
0,7
|
3
|
Ayam/ unggas
|
1,5
|
1,5
|
0,8
|
Pupuk terdiri dari dua jenis yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yang sering digunakan adalah
pupuk kandang dan kompos. Sedangkan pupuk anorganik yanng digunakan adalah urea
yang mengandung45-46% N, TSP yang mengandung 43-49% P, dan KCL yang mengandung
48-54% K. Dalam pembuatan pupuk harus mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur
hara makro yang dibutuhkan adalah karbon (C), oksigen (O), hidrogen (H),
nitrogen (N), fosfor (P), potassium, kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur
(S). Sementara itu unsur hara mikronya adalah baron (B), klor (Cl),
tembaga(Cu), mangan (Mn), molibdenum (Mo), kobalt(Co), seng (Zn), dan besi (Fe) (Supriati dan Ersi,
2010).
2.2. Rasio
C/N
2.2.1PengertianRasio
C/N
(Nida’ul dan Attaibatus)
C/N rasio merupakan perbandingan
antara unsur kabron dan nitrogen. C/N rasio dalam proses pengomposan menentukan
kecepatan penguraian sampah organik. C/N rasio yang terlalu tinggi akan
menghambat laju proses dekomposisi. Dalam pembuatan pupuk perbandingan kedua
unsur ini harus berimbang. Hal ini
disebabkan rasio antara keduanya akan mempengaruhi proses penguraian sampah
yang akan diproses menjadi pupuk. Perbandingan C/N yang tidak seimbang akan
menyebabkan menurunnya kefektifan fungsi pupuk (Mulyono, 2014).
Hubungan antara jumlah karbon dan
nitrogen yang terdapat pada bahan organik dinyatakan dalam terminolog rasio
karbon/nitrogen (C/N). Apabila rasio C/N sangat tinggi, nitrogen akan
dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metan sampai batas persyaratan protein dan
tak lama bereaksi kearah kiri pada kandungan karbon pada bahan. Sebagai
akibatnya produksi metan akan menjadi rendah. Sebaliknya apabila rasio C/N
sangat rendah, nitrogen akan bebas dan berakumulasi dengan amoniak (NH4).
NH4 akan meningkatkan derajat pH bahan dalam digester. pH lebih
tinggi dari 8,5 akan menunjukkan akibat racun terhadap populasi gas metan. Maka
dari itu rasio C/N dalam bahan organic haruslah seimbang, sehingga bahan oranik
tersebut dapat menjadi pupuk dengan kualitas yang baik (Wahyuni, 2013).
2.2.2Pengaruh
Rasio
C/N Bahan Baku pada Pupuk (Ida dan Kholid)
Proses
pengomposan sangat dipengaruhi oleh beberapa factor. Faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah nilai perbandingan (nisbah) C/N saat awal pengomposan dan
tingkat aerasi. Nilai C/N kompos (produk) yang semakin besar menunjukkan bahwa
bahan organik belum terdekomposisi sempurna. Sebaliknya nilai C/N kompos yang
semakin rendah menunjukkan bahwa bahan organik sudah terdekomposisi dan hampir
menjadi kompos. Faktor- factor pengomposan tersebut perlu diperhatikan agar
terjadi proses dekomposisi sempurna. Karena jika rasio C/N dalam pupuk terlalu
tinggi dapat menghambat proses dekomposisi (Ismayana et al., 2012).
Kandungan atau kadar C/N dalam
pupuk akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme di dalamnya. Jika rasio C/N
tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Maka dari itu diperlukan
beberapa siklus mikroorganisme untuk mendegradasi kompos sehingga diperlukan
waktu yang lama untuk pengomposan dan dihasilkan mutu yang lebih rendah.
Sedangkan jika rasio C/N terlalu rendah kelebihan nitrogen yang tidak dipakai
oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi. Selanjutnya, akan hilang melalui
volatisasi sebagai amoniak atau terdenitrifikasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kadar C/N di dalam pupuk harus optimal.
Jika kadarnya terlalu rendah kualitas pupuk menjadi rendah dan jika terlalu tinggi
akan mengalami proses denitrifikasi (Djuarnani, 2005 dalam
Widarti etal., 2015).
2.3. Persiapan Kolam
2.3.1 Tahapan Persiapan Kolam (Ifa dan Anisa
Tyas)
Kolam kontrol dan kolam
perlakuan sebelum digunakan dicangkul dan dibalik tanah sedimennya. Patok bambu
selanjutnya dipasang dengan kepadatan 12 batang bambu berdiameter 7 cm ditanam.
Dasar kolam dikapur sebanyak 1 kg/m2 dan
dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 2x25 kg/kolam. Selanjutnya kolam diisi
air yang berasal dari saluran air tersier dan suspensi mikroorganisme unggulan.
Selama 7 hari air dibiarkantergenang tanpa air masuk maupun keluar.Dalam
persiapan kolam yang harus dilakukan adalah membersihkan bagian kolam mulai
dari pematang hingga dalam bagian kolam. Kotoran yang umumnya bahan-bahan organik
yang merupakan sisa tumbuhan dan rumput liar yang awalnya adalah bekas hutan
gambut maka membersihkannya dengan mesin pemotong atau parang agar terhindar
dari bersarangnya hama seperti contoh ular, katak dan lain sebagainya yang
dapat mengganggu organisme. Pada permukaan air sering terdapat potongan kayu
dan akar pohon yang sudah lapuk sehinnga mengapung di atas air sebaiknya dibersihkan
dengan serok lalu dibakar (Yuhana et al.,
2011).
Menurut
Basahudin (2009), untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk budidaya ikan
lele, kolam harus disiapkan terlebih dahulu. Persiapan ini terdiri dari
pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar, pembuatan kemalir,
pengapuran, pemupukan dan pengaliran air. Sebelum dipergunakan kolam beton
harus dibersihkan dari lumpur dan segala kotoran yang menempel di kolam.
Tujuannya adalah untuk membunuh bibit bakteri yang menempel pada dinding
dan kolam. Kemudian dicuci hamakan
dengan cara dikapur dengam larutan PK. Kolam dikeringkan beberapa hari.
Pengisian air dilakukan minimal 1-2 hari sebelum penebaran.
2.3.2Macam-macam
Kolam
Budidaya
(Nydia ivana dan ika widiastuti)
Menurut Bachtiar
(2010), ada 3 jenis kolam yang digunakan dalam budidaya, yaitu:
1. Kolam
Tanah
Pembuatan kolam
tanah lebih murah dari kolam semen. Pembuatan kolam tanah tidak memerlukan
biaya yang banyak. Tanah hasil penggalian pun tak perludibuang, teteapi untuk
pembuatan tanggul disekeliling kolam.
2. Kolam
Semen
Kolam
semen lebih permanen dan tampak rapi. Namun biaya yang harus dikeluarkan
untuk membuat kolam semen lebih
mahal dibandingkan dengan kolam tanah dan kolam plastic (terpal). Untuk membuat
kolam semen dibutuhkan semen dan batu bata dengan jumlah yang relative banyak.
3. Kolam
Plastik (Terpal)
Dibuat
menggunakan terpal dan diletakkan pada tanah yang sesuai atau ditegakan dengan
menggunakan potongan – potongan bambu. Kelebihan kolam terpal yakni biaya
pembuatan murah, dan kelemahannya tidak seawet pola kolam tembok dan ukurannya
terbatas. Kolam terpal dibagi menjadi 2,yakni diatas tanah yang digali terlebih
dahulu dan diatas tanah tanpa digali terlebih dahulu.
Kolam dapat diklasifikasikan menurut metode kontruksi
kolam dapat dibagi menjadi :kolam aliran sungai, kolam galian, dan kolam
tanggul. Kolam aliran sungai dibentuk dengan membangun bendungan di aliran air
dimana topografi memungkinkan air dapat disimpan tepat di belakang bendungan.
Bendungan biasanya dibangun antara dua bukit yang menyempit. Kolam aliran
sungai dapat menyimpan aliran air tanah atau beberapa kombinasi dari aliran
tanah, aliran sungai dan aliran tanah lainnya. Kolam galian dibuat dengan
menggali lubang pada tanah, kolam tersebut mungkin diisi oleh air tanah yamg
dekat dengan permukaan tanah atau dengan air sumur. Kolam tanggul berisi air
yang dikelilingi oleh tanggul. Kolam tanggul tersebut dapat diisi oleh air dari
sumur, air dari waduk serba guna, sungai dan muara. Secara hidrologis, kolam
dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Misalnya kolam statis dengan
pertukaran air sedikit atau kolam aliran mengalir, dimana terjadi pertukaran
air secara teratur (Egna and Boyd, 1997)
2.4. Pengapuran
2.4.1Pengertian dan Fungsi Pengapuran (Ajiza dan
Vella)
Menurut Arie dan Dejee
(2013), pengapuran merupakan kegiatan yang dilakukan pada saat persiapan kolam.
Kegiatan tersebut biasanya berlangsung seusai proses pemanenan selesai.
Pengapuran kolam dilakukan dengan memberikan jenis kapur tertentu, misalnya
kapur aktif atau kapur tohor (CaO). Pemberian kapur pada kolam diberikan dengan
dosis tertentu antara 100-200 g/m2. Kegiatan pengapuran dilakukan
dengan tujuan untuk menstabilkan pH (derajat keasaman), meningkatkan
alkalinitas. Selain itu, pengapuran dapat memberantas hama dan penyakit yang
tertinggal pada pemeliharaan sebelumnya.
Menurut Thunjai et al. (2004) dalam Hasibuan
et al. (2012),pengapuran merupakan
cara sederhana dalam mengatasi masalah budidaya terutama menetralisir kemasaman
dan meningkatkan kesadahan. Sehingga produktivitas kolam ikan meningkat.
Kandungan kalsium dan magnesium dalam kapur dapat diabsorbsi oleh biota
akuatik, diabsorbsi oleh tanah atau terlarut dalam air kolam. Pemberian kapur
CaCO3 berpengaruh terhadap kadar C organik tanah dasar kolam. Dengan
kata lain pemberian kapur dapat mempercepat pembongkaran bahan-bahan organik.
Sehingga secara liniar pemberian kapur mampu membunuh hama, parasit, dan
penyakit ikan.
2.4.2 Dosis Pengapuran
(Halimatus dan zami)
Menurut Mustafa (2010),
penambahan dosis kapur awal dapat juga meningkatkan tambak di Kabupaten Mamuju.
Rata – rata pembudidaya tambak di Kabupaten Mamuju hanya mengaplikasikan kapur
awal dengan dosis 57,72 kg/ha/musim dan bahkan ada yang tidak mengaplikasikan
kapur sama sekali. Dengan pengapuran dapat memperbaiki kualitas tanah berupa
peningkatan pH dan penurunan unsur toksik. Jika tanah tambak terlalu asam dan
tidak dilakukan penangan serius dapat resiko terhadap penyakit tinggi. Daya
tahan tubuh ikan terhadap keasaman berbeda- beda dan dapat mengakibatkan
kematian. Selain itu, penipisan oksigen terlarut disebabkan terikat oleh
mineral. Jadi pengapuran
dapat menstabilkan pH perairan agar kualitas tanah tidak terlalu asam.
Pengapuran
berguna untuk memperbaiki keasaman (pH) tanah dasar kolam. Tanah yang ber-pH
rendah dapat menyebabkan rendahnya pH air kolam. Oleh karena itu, perbaikan pH
air kolam harus dimulai dari perbaikan pH tanah dasar kolam. Selain itu untuk
memperbaiki keasaman dasar kolam, kapur
juga berfungsi sebagai desinfektan dan peyedia unsur hara (fosfor) yang
dibutuhkan fitoplankton.
Hal ini karena fitoplankton adalah dasar dari suatu rantai makanan.
Tanah dasar kolam yang mengandung pirit harus direklamasi terlebih dahulu
selama kurang lebih 4 bulan sebelum diberi kapur sejumlah 2-2,5 ton/ha (Suyanto
et al. 2009 dalam Pratiwi et al.,
2012).
2.5. Pemupukan
2.5.1 Pengertian dan Fungsi Pemupukan
(Prive dan M ridho)
Pemupukan
merupakan salah satu cara untuk menambahkan hara ke dalam tanah. Sehingga akan
tersedia unsur hara bagi tanaman. Pemupukan tidak hanya dapat meningkatkan
hasil panen, tetapi juga mempengaruhi kesesuaian tanaman untuk perkembangan
hama, walaupun tergantung pada jenis pupuk dan spesies hama. Pemupukan adalah
penambahan zat hara yang diperlukan tanaman untuk kelangsungan hidupnya. Jenis
pupuk yang dapat digunakan diantaranya pupuk kompos, pupuk kimia, atau pupuk
buatan. Pemupukan bertujuan untuk menjaga tetap terpeliharanya keseim-bangan
unsur hara yang dibutuhkan tanaman. dan untuk meningkatkan pertu-buhan dan
hasil tanaman (Difonzo dan Hines, 2002 dalam Hendrival et
al., 2014).
Efek utama dari pemupukan adalah untuk
meningkatkan produktivitas perairan.
Dengan dilakukannya pemupukan dapat
menumbuhkan makanan alami pada tambak. Beberapa nutrisi yang terkandung dalam biomass produsen utama melewati
jaring
makanan dan terkandung dalam spesies budidaya. Tentunya dengan dilakukannya pemupukan akan memperlancar
proses yang terjadi di dalam jaring makanan. Jika dasar dari jaring makanan
tidak tercukupi, akan mengganggu tingkatan organism yang ada di atasnya. Oleh
karena itu, efisiensi
pemulihan
gizi dalam budidaya
pada musim panen
mengindikasika efisiensi dosis pemupukan dan dosis pemberian pakan pada budidaya (Mischke, 2012).
2.5.2 Dosis Pemupukan
( Okta dan anisa salsa)
Menurut Fuady et
al. (2013), pemupukan dan pengapuran merupakan salah satu aplikasi
pengelolaan kualitas air yang sangat berperan dalam meningkatkan nilai
parameter kualitas air. Pemupukan pada kolam dilakukan 2-3 hari sebelum
penebaran. Pupuk yang digunakan adalah pupuk komersil seperti urea, TSP, dan
KCl. Masing-masing pupuk diberikan dengan dosis sebesar 20 kg tiap petakan
tambak. Pupuk digunakan sebagai nutrien plankton sehingga kebutuhan plankton
akan unsur hara terpenuhi. Sehingga pemupukan pada tambak merupakan salah satu
faktor yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Apabila tanah
tambak subur, maka akan banyak pakan alami yang tumbuh sehingga dapat
mengurangi biaya pakan.
Menurut
Setyawati (2012) dalam Dahlia et al. (2015), pemupukan pada tambak
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup organisme didalamnya. Dalam penelitian
Setiawati (2012) dalam Dahlia et al. (2015), konsentrasi dosis pupuk
cair organik super bionik 50 ml/l menghasilkan pertumbuhan terbaik bagi rumput
laut Gracilaria sp, dimana laju pertumbuhan harian 18,5%/hari. Dosis
pupuk tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan C. lentillifera yang di
pelihara pada substrat lumpur berpasir hal ini diduga karena adanya pengaruh
dari unsur hara yang terdapat dalam substrat. Sehingga dapat disimpulkan
pemberian pupuk yang berlebihan juga tidak bagus bagi pertumbuhan biota air
didalamnya. Karena pemberian pupuk yang berlebihan juga dapat menghambat
pertumbuhan organisme air. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang
pemberian pupuk optimal bagi pertumbuhan biota air pada tambak atau kolam
intensif.
2.6. Kualitas Air
2.6.1 OksigenTerlarut (DO)
(adin)
Menurut Mandal et al. (2012), oksigen
yang terlarut adalah penting bagi organisme aerobic yang hidup di ekosistem akuatik,
kegiatan metabolik, index kualitas air dan trophodynamics. Volume DO di dalam air akan bergantung pada proses
pengaadukan air, Masuknya udara dai atmosfer kedalam perairan melalui
proses difusi, dan kegiatan biologi. Proses yang dilakukan organisme perairan untuk menjaga
keseimbangan oksigen di perairan (fotosintesis oleh
fitoplankton dan macrophytes) dan proses menggunakan oksigen (pernafasanyang dilakukan oleh
fitoplankton, macrophytes, zooplankton dan organisme lainnya dari tingkat
trophic lebih tinggi hinnga
tropic rendah). Terlebih
lagi dengan adanya proses oksidasi kimia, keperluaan sedimen akan oksigen
karena bakteri di dalamnya, kebutuhan oksigen di dalam kolom perairan yang
terkait dengan kadar mineral organic. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
atau menentukan jumlah oksigen terlarut di dalam perairan. Faktor tersebut
diantaranya adalah pertukaran udara melalui atmosfer (re-aerasi dan degassing)
dan proses hidrodinamik (pasang surut dan kecepatan angin).
Konsentrasi
oksigen terlarut dalam tambak dipengaruhi oleh proses yang sama yang beroperasi
di perairan lainnya: oksigen ditransfer ke dan dari air tergantung pada tekanan
parsial oksigen di dalam air relatif terhadap tekanan parsial di udara,
respirasi menghilangkan oksigen, dan fotosintesis menambahkan oksigen.
Perbedaan utama antara tambak, dan sebagian besar air permukaan lainnya adalah
bahwa biomassa bakteri, tumbuhan, dan hewan jauh lebih besar di tambak. Dengan
demikian, proses biologis cenderung mendominasi anggaran oksigen terlarut dari
tambak, sedangkan transfer gas antara udara dan air biasanya lebih penting di
permukaan air kurang subur. Aktivitas biologis yang tinggi di beberapa tambak
dapat menyebabkan siklus harian diucapkan dalam konsentrasi oksigen terlarut,
dengan kondisi sangat jenuh di sore hari dan sangat dalam kondisi jenuh di
malam hari. Cukup sering, aerasi mekanik diperlukan untuk menambah pasokan
alami oksigen terlarut sehingga konsentrasi yang tidak menurun ke tingkat yang
terlalu stres atau mematikan untuk hewan bawah budaya (Boyd and Tucker, 1951).
2.6.2Karbondioksida (ika febri)
Menurut Purba dan Khan
(2010), karbondioksida yang terdapat di perairan merupakan proses difusi CO2
dari udara dan hasil respirasi organisme akuatik. Selain itu, didasar perairan
CO2 juga dihasilkan dari proses dekomposisi bahan-bahan organik. Karbondioksida
bebas yang dianalisis adalah karbondioksida yang berada dalam bentuk gas yang
terkandung dalam air sedangkan kandungan CO2 bebas di udara adalah sebesar 0,03
%. Pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produktifitas kolam. Jika terlau
banyak akan kurang baik untuk kualitas air kolam.
Hal ini akan menyebabkan penurunan
jumlam oksigen terlarut yang akhirnya akan diikuti dengan peningkatan CO2 di
kolam.
Menurut Hasibuan et al. (2013), pengaruh penggunaan
kombinasi pupuk organik dan anorganik terhadap mutu kualitas kadar CO2 di air
kolam menunjukkan peningkatan > 10 ppm dan ini membuktikan terjadi proses mineralisasi
yang aktif di tanah dasar kolam. Nilai konsentrasi CO2 bebas di air ini cukup
tinggi baik pada kolam kontrol maupun kolam yang diberi pupuk. Konsentrasi
tertinggi CO2 bebas adalah 33,96 ppm yakni penggunaan pupuk organik 75% dan anorganik
25%, sementara penurunan penggunaan pupuk organik tidak menjamin nilai CO2
berada < 10 ppm. Jadi penggunaan pupuk organik dan anorganik secara
bersamaan dengan presentase yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas CO2 di air
kolam. Pupuk yang ada akan digunakan untuk menumbuhan plankton sebagai pakan
alami ikan baik itu fitoplankton maupun zooplankton. Apabila CO2 terlalu tinggi
di perairan dapat menimbulkan keracunan, akan tetapi jika fitoplankton dapat memanfaatkannya
dalam kegiatan fotosintesis hal ini tidaklah berbahaya.
2.6.3pH
(Ummu)
Setiap organisme perairan mempunyai toleransi
terhadap pH perairan yang bersangkutan,walaupun bervariasi dalam tingkat
toleransinya. Variasi toleransi organisme terhadap pH dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain suhu, oksigen terlarut, karbondioksida, dan adanya berbagai
anion dan kation serta jenis atau setadia organisme. Tetapi pada urnumnya batas
pH toleransi ikan adalah berkisar antara 4,0 : 11,00. Namun untuk idealnya bagi
perikanan adalah antara 6,5 - 8,5. Apabila pH mencapai lebih dari 11,00 maka akan
berpengaruh terhadap kehidupan ikan. Arti dari pH sendiri yaitu derajat asam
basa suatu perairan. Apabila nilai semakin rendah maka perairan tersebut asam,
sedangkan apabila nilainya tinggi maka perairan tersebut basa (Carmudi, 2013).
PH ukuran
konsentrasi ion hidrogen atau aktivitas dari ion hydrogen yang setiap larutan yang nilainya dapat diukur atau
ditentukan. Nilai ini berkisar dari 0-14 pH dengan nilai-nilai di bawah pH 7 menunjukkan
kondisi perairan asam. pH 7 adalah pusat dari skala pengukuran Pada kondisi
tersebut perairan tidak asam dan tidak basa atau bias disebut juga netral.
Skala pH telah mengalami proses standarisasi melalui perjanjian internasional.
Dengan menentukan pH perairan, dapat mengetahui aktivitas ion hydrogen dalam
perairan tersebut. Sehingga kita bias menentukan perairan tersebut termasuk
kategori asam, netral atau basa (Myers, 2012 dalam Ben-chioma et al.,
2015).
2.6.4Orthofosfat
(Linda)
Tingginya kandungan
ortofosfat di dasar perairan disebabkan karena dasar perairan umumnya kaya akan
zat hara, baik yang berasal dari dekomposisi sedimen maupun senyawa-senyawa
organic yang berasal dari jasad flora dan fauna yang mati. Ortofosfat merupakan
nutrien yang hal ini dapat berasal dari buangan limbah organik yang berasal
dari drainase-drainase sekitar sehingga bahan organik dalam
perairan tinggi namun tidak dapat dimanfaatkan optimal oleh fitoplankton
karenanya adanya faktor lain seperti suhu dan cahaya. Hubungan produkifitas
primer dengan ortofosfat juga menunjukkan pola kuadratik. Pola kuadratik
tersebut mempunyai arti bahwa semakin meningkat ortofosfat maka akan semakin
meningkat pula produktivitas primer. Ortofosfat optimum untuk mendukung
produktivitas primer adalah 0.168 mg/l. (Purba et al., 2015).
Menurut Shaleh et al.(2014), stasiun inlet merupakan
daerah yang memiliki kandungan ortofosfat dan total fosfor tertinggi hal ini
dikarenakan adanya masukan unsur hara dari aktivitas masyarakatsekitar Waduk
Sempor dibidang pertanian dan peternakan yang mengandung fosfor dan nitrogen
tinggi. Daerah inlet merupakan satu-satunya daerah yang memiliki status
kesuburan eutrofik sedang (66,74) dikarenakan tingginya masukan nutrient dari
lahan pertanian pemukiman warga. Pengkayaan nutrient secara langsung maupun
tidak langsung merubah proses biologi yang memacu peledakan alga. Sedangkan
eutrofik sedang terjadinya dominasi alga hijau biru, terjadinya penggumpalan
alga dan masalah tanaman air sudah ekstensif. Kesuburan
perairan sangan penting, namun akan menjadi sangat berbahaya jika terjadi
eutrofikasi. Proses eutrofikasi dapat menyebabkan terjadinya blooming plankton
jenis tertentu.
2.6.5Nitrit
(Anggraeni septi)
Di perairan alami, nitrit (NO2) biasanya
ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih sedikit daripada nitrat,
karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan
(intermediate) antara amonia dan nitrit (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Dalam prosesnya baik nitrifikasi maupun denitrifikasi
membutuhkan bantuan bakteri. Denitrifikasi berlangsung pada
kondisi anaerob. Proses
anaerob adalah proses reduksi yang tidak membutuhkan oksigen.
Pada intinya jumlah nitrit
di perairan akan lebih sedikit jika dibandingkan nitrar. (Novotry
dan Olem, 1994 dalam Effendi,2003).
Menurut Pujiastuti et al. (2013), nitrit merupakan senyawa nitrogen beracun. Senyawa ini biasanya
ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Baku mutu air kelas dua dan tiga
mensyaratkan maksimal kandungan nitrit adalah 0,06 mg/L. Tingginya kandungan
nitrit di perairan diduga berasal dari masukan limbah rumah tangga, pertanian
dan limbah LKJ. Kandungan nitrit yang berlebih akan mengakibatkan keracunan
pada ikan. Maka kandungan
dari nitrit dalam perairan tidak boleh berlebih karena bersifat toksik.
2.6.6Nitrat (iklima)
Nitrat merupakan salah satu nutrien yang diperlukan
tumbuhan untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Senyawa ini diperlukan oleh
fitoplankton untuk melakukan proses fotosintesis. Tetapi kandungan nitrat yang
berlebihan dapat mengakibatkan penurunan kualitas perairan. Selain itu kandungan nitrat yang
belebihan dapat mengakibatkan proses pertumbuhan ganggang dan alga yang sangat
cepat. Dalam perairan
kandungan nitrat sangat penting. Akan tetapi jika terlalu banyak akan
menimbulkan dominasi jenis ganggang tertentu (eutrofikasi) (Al
Faruqi et al., 2015).
Menurut Millero dan Sohn (1992) dalam Saputra et al.
(2013), unsur zat hara anorganik utamayang digunakan fitoplankton untuk
pertumbuhan dan berkembang biak adalah fosfor (dalam bentuk fosfat) dan nitrogen
(dalam bentuk nitrat) sebagai penyusun jaringan fitoplankton. Nitrogen dalam
bentuk nitrat di perairan dengan jumlah yang cukup disintesis fitoplankton
dalam proses fotokimia dan nantinya akan berpengaruh pada produktivitas primer.
Nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang
yang tidak terbatas, sehingga air akan mengalami kekurangan oksigen terlarut
yang menyebabkan kematian organisme air. Nitrat sangatlah penting bagi
kehidupan fitoplankton di laut, sehingga diperlukan kajian tentang sebaran
nitrat.Penyebaran nitrat ini dipengaruhi beberapa faktor baik secara lansung
dan tidak langsung. Secara langsung penyebaran nitrat dipengaruhi oleh arus
pasang surut dan secara tidak langsug dipengaruhi oleh faktor fisika kimia
oseanografi, yaitu suhu, salinitas, dan pH.
2.6.7Amonia (Faiza)
Adanya peralihan dari sistem budidaya ikan secara
tradisional menuju ke system budidaya ikan secara intensif. Pada budidaya ikan
intensif, penggunaan padat penebaran dan dosis pakan yang tinggi, berakibat
pada penurunan kualitas air budidaya. Hal ini dipicu oleh tingginya sisa pakan dan
sisa metabolisme ikan, yang menghasilkan produk sampingan berupa amonia. Amonia akan memberikan pengaruh
negatif terhadap mutu kualitas air suatu perairan. Pada kenyataannya kuantitas
dan kualitas suplai air merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan
budidaya ikan dari serangan penyakit. Maka factor
utama ini haruslah dijaga untuk menjaga kualitas air.(Samsundari, 2013).
Amonia yang ada
di perairan berasal dari sisa metabolisme ikan yang terlarut dalam air. Hal ini meliputi feses ikan, serta dari
makanan ikan yang tidak termakan dan mengendap di dasar kolam budidaya. Ada
beberapa hal yang dapat menyebabkan konsentrasi amonia meningkat. Faktor tersebut diantaranya
membusuknya makanan ikan yang tidak termakan, menurunnya kadar oksigen terlarut
pada kolam yang apabila oksigen terlarut berkisar antara 1-5 ppm mengakibatkan
pertumbuhan ikan menjadi lambat.
Sedangkan
oksigen terlarut yang kurang dari 1 ppm dapat bersifat toksik bagi sebagian
besar spesies ikan. Jadi
kandungan ammonia dalam perairan tidak boleh terlalu tinggi karena akan
mempengaruhi oksigen terlarut(Dauhan et al., 2014).
2.6.8 TOM (Total
OrganicMatter) (Fafa)
Menurut Rakhman (1999) dalam Nugroho et al. (2014), bahan
organik terlarut total
atau Total Organik
Matter (TOM) menggambarkan
kandungan bahan organik total
suatu perairan yang terdiri dari bahan
organik terlarut, tersuspensi (particulate)
dan koloid. Bahan bersifat kompleks dan dinamis berasal dari sisa tanaman dan
hewan yang terdapat di dalam tanah yang
mengalami perombakan. Dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain susunan residu, suhu, pH, dan ketersediaan zat hara
dan oksigen. Dalam peraturan pemerintah tidak disebutkan berapa standar nilai
TOM dalam perairan.
Namun, nilai Bahan Organik
Total perairan yang ideal
untuk budidaya adalah
berkisar antara 20
-30 mg/l. Konsentrasi bahan
organik baik perairan juga dapat berubah secara cepat yang dipengaruhi oleh
ledakan alga, pemangsaan zooplankton, badai dan masukan air tawar.
Menurut
Fisesa et al. (2014), pengukuran total
organik matter (TOM) pada sedimen bertujuan untuk mengetahui gambaran kandungan
bahan organik yang ada diperairan. Jumlah bahan organik yang ada diperairan
dapat menentukan tingkat kesuburan perairan itu sendiri. Salah satunya masukan
bahan organik tersebut melalui limpasan air hujan (run-off) daratan dan
proses pembusukan organisme yang telah mati di dasar perairan. Nilai rata-rata
TOM dalam suatu perairan berkisar antara 14,72 - 15,90 %. Tiap perairan memiliki jumla bahan
organik terlarut yang berbeda. Hal ini dikarenakan kesuburan dari tiap perairan
juga berbeda.
2.6.9Suhu
(teti)
Suhu merupakan
derajat panas dingin suatu perairan. Suhu dapat dipengaruhi oleh beberapa
factor seperti musim, intensitas cahaya matahari, letak geografis serta
kedalaman perairan tersebut. Suhu juga dapat mempengaruhi organism yang hidup
didalamnya. Organisme yang
hidup dalam perairan akan tergantung dengan suhu yang sesuai dengan organusme
tersebut. Jadi tiap organisme memiliki suhu optimum yang berbeda. Suhu optimum untuk pertumbuhan optimal organisme pada perairan
tropis berkisar antara 25 - 32°C (Raymont,1963dalamSari et al, 2014).
Suhu merupakan
salah satu faktor fisika yang sangat penting di dalam air. Hal ini dikarenakan bersama-sama
dengan zat/unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air,
densitas air, kejenuhan air, mempercepat reaksi kimia air, dan memengaruhi
jumlah oksigen terlarut di dalam air. Suhu tinggi yang masih dapat ditoleransi
oleh ikan tidak selalu berakibat mematikan pada ikan. Akan tetapi dapat
menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang menyebabkan
tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal. Suhu penting bagi ikan maka harus dijaga kondisi
optimalnya (Irianto, 2005 dalamAlizaet al., 2013).
2.6.10Kecerahan
(Dear)
Menurut Sari (2012),
kecerahan perairan adalah
suatu kondisi yang
menunjukkan kemampuan cahaya untuk
menembus lapisan air
pada kedalaman tertentu.
Pada perairan alami kecerahan sangat
penting karena erat
kaitannya dengan aktifitas
fotosintesa. Kecerahan
merupakan faktor penting
bagi proses fotosintesa
dan produksi primer dalam suatu
perairan. Semakin tinggi nilai kecerahan maka proses fotosintesis
berlangsung dengan baik. Selain itu semakin tinggi nilai kecerahan maka
semakin tinggi tingkat masuknya cahaya
matahari ke perairan. Faktor yg mempengaruhi kecerahan antara lain partikel
tersuspensi, kekeruhan dan waktu pengambilan.
Menurut
Mahyuddin (2010), kecerahan adalah perkiraan kemampuan penetrasi cahaya sinar
matahari ke dalam perairan. Kecerahan selalu diidentikkan dengan cahaya
matahari yang merupakan sumber energi bagi semua jasad hidup di perairan.
Tinggi rendahnya kecerahan akan mempengaruhi kegiatan fotosintesis dan
produktivitas perairan atau kesuburan perairan. Selain itu kecerahan dapat
dipengaruhi oleh partikel-partikel yang melayang dalam air. Semakin kecil
partikel tersuspensi maka kecerahan air semakin tinggi. Faktor lain yg
mempengaruhi kecerahan antara lain kekeruhan dan waktu pengambilan.
1.6.11
Warna Perairan
(Pardina)
Menurut Pujiastuti et al.(2013), warna air mempunyai hubungan
dengan kualitas perairan. Warna perairan dipengaruhi oleh adanya padatan
terlarut dan padatan tersupensi. Nilai warna perairan ini diduga ada
kaitannya dengan masuknya limbah organik
dan anorganik.Warna perairan merupakan suatu hal yang dapat dilihat secara
langsung secara visual sesuai dengan kondisi didalam suatu perairan tersebut.
Sehingga warna perairan termasuk dalam pengukuran dalam kualitas air. Adanya
perbedaan warna perairan menjadikan adannya banyak faktor yang mempengaruhi.
Warna
perairan biasanya dikelopokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true
colour) dan warna tampak (apparent colour). Warna sesungguhnya adalah warna
yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Pada penentuan warna
sesungguhnya, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan
dipisahkan terlebih dahulu. Pada umunya suatu perairan memiliki warna perairan
yang berbeda-beda. Adanya perbedaan warna setiap perairan dikarenakan adanya
faktor yang mempengaruhi didalamnya. Sehingga adanya substrat, cahaya matahari
dan organisme kesil didalamnya akan mempengaruhi warna perairan yang
berbeda-beda (Ratnani et al., 2011).
2.6.12 Substrat
(Cilia)
Menurut Zulkifli dan
Setiawan (2011), tipe substrat dan pH substrat akan sangat mempengaruhi
morfologi fungsional dan tingkah laku hewan bentik. Menyatakan bahwa pH dan
tipe substrat adalah faktor utama yang mengendalikan distribusi benthos.
Adaptasi terhadap substrat akan menentukan morfologi, cara makan, daya tahan,
dan adaptasi fisiologis organisme benthos terhadap suhu, salinitas, reaksi
enzimatik serta faktor kimia lainnya. Jenis tekstur substrat pada setiap lokas
berbeda, sehingga mempengaruhi keberadaan benthos pada suatu perairan. Jenis
substrat juga menentukan komposisi maupun kepadatan benthos pada suatu perairan.
Tipe substrat bermacam-macam seperti lempung berpasir, lempung liat berpasir,
maupun pasir berlempung.
Menurut
Odum (1993) dalam Setyamboma et al. 2015, susunan substrat dasar
penting bagi organisme yang hidup di zona dasar perairan, substrat dasar
merupakan faktor utama yang mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan
keanekaragaman epifauna. Substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan batu
kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi makrozoobenthos sehingga
mempunyai kepadatan dan keanekaragman yang besar. Kecepatan arus dapat
dipengaruhi oleh keberadaan angin dan substrat yang terdapat di dasar perairan.
Substrat ini dapat berupa lumpur, pasir, atau batu. Substrat dasar kolam sangat
mendukung pertumbuhan plankton dan kondisi kepadatan plankton tidak sama.
2.6.13Plankton
2.6.13.1
PengertianPlankton
(rio)
Plankton
adalah makhluk (tumbuhan atau hewan) yang hidupnya mengapung, mengambang, atau
melayang di dalam air yang kemampuan renangnya (kalaupun ada) sangat terbatas
hingga selalu terbawa hanyut oleh arus. Plankton dapat dibagi menjadi beberapa
golongan sesuai dengan fungsinya ,daur hidupnya, atau sifat sebarannya.
Plankton memiliki perbedaan dengan organisme lain seperti nekton karena tidak
bias berenang bebas. Plankton adalah organisme di perairan yang melayang-
layang di perairan dan kalaupun bisa bergerak maka pergerakannya sangat
terbatas. Plankton di perairan dibedakan menjadi beberapa kelompok berdasarkan
sifat hidupnya diantaranya adalah fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton
adalah plankton mirip tumbuhan dan zooplankton adalah plankton mirip hewan (Nontji,
2008).
Plankton
adalah benda kecil yang melayang di dalam air, baik air laut maupun tawar.
Plankton dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu phytoplankton dan zooplankton.
Plankton sangatlah penting dalam kehidupan organisme. Phytoplankton adalah
golongan tumbuhan berdinding tebal melayang bebas di dalam air. Phytoplankton
adalah golongan plankton yang berperan
dalam rantai makanan dalam air laut maupun tawar. Hal inilah yang akan
diadaptasikan agar kolam budidaya dapat terdapat plankton sebagai dasar rantai
makanan (Kuncoro, 2004).
2.6.13.2
Jenis-jenisPlankton
(silfana)
Menurut Odum (1993) dalam Prasetyaningtyas et al. (2012), plankton merupakan
organisme mengapung yang pergerakannya tergantung pada arus. Plankton dibagi
menjadi dua golongan yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan
anggota plankton yang bersifat tumbuhan.Sedangkan zooplankton merupakan anggota plankton yang
bersifat hewani. Untuk fitoplankton terdapat pada massa air yang terkena
intensitas cahaya matahari. Fitoplankton sering disebut sebagai produsen primer
perairan karena fitoplankton dapat membuat makanan sendiri melalui
fotosintesis. Sedangkan untuk zooplankton biasanya disebut sebagai konsumen
primer karena zooplankton pemakan fitoplankton.
Menurut
Nybakken (1992) dalam Agustini dan
Sri (2014), Plankton merupakan organisme yang hidup melayang atau mengapung di
dalam air. Kemampuan geraknya kalaupun ada sangat terbatas hingga organisme
tersebut selalu terbawa arus. Berdasarkan daur hidupnya, plankton terbagi dalam
dua golongan yaitu holoplankton dan meroplankton. Holoplankton merupakan
organisme akuatik dimana seluruh hidupnya bersifat sebagai plankton. Sedangka
meroplankton adalah organisme akuatik yang hanya sebagian dari daur hidupnya
bersifat sebagai plankton dan apabila telah dewasa akan hidup menetap di dasar
maupun melekat pada dasar laut. Contoh dari organisme meroplankton adalah kelas
Crustacea.
2.6.13.3
Cara dan Rumus Perhitungan Plankton (Hilcham)
Pengukuran jumlah
biomassa plankton penting untuk pendugaan stok alami ikan atautrophodinamik
plankton. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung apabila plankton berukuran
besar dan kasat mata (zooplankton). Sedangkan perhitungan secara tidak langsung
merupakan perhitungan plankton yang berukuran kecil (200µm). Menurut
Kartamihardja (2007) dalam Asriyana
(2012), Biomassa fitoplankton dapat dihitung berdasarkan metode biovolume secara
geometric dengan rumus:
BF = (NF x ρV) /
VC
Keterangan:
BF :
Biomassa fitoplankton
NF :
Jumlah fitoplankton (sel)
ρ :
Densitas fitoplankton = 1
V :
Volume sel fitoplankton (µm3) dihitung secara geometrika
VC :
Volume air contoh fitoplankton (liter)
VC : Volume air contohfitoplankton (liter)
menurut Hartoko (2013),
pengukuran jumlah plankton pada sample per liter menggunakan rumus APHA, AWWA,
dan WPOF:
Keterangan:
N :
Number of plankton per liter
T :
Area of cover glass (mm2)
L :
Area field of view (mm2)
P :
Number of counted plankton
p :
Number of observed field of view
V :
Volume filtered plankton sample (ml)
v :
Volume of plankton samples under the cover glass (ml)
W : Volume of filtered plankton sample
(liter)
2.7 Hubungan Kualitas Air dengan Budidaya Perairan
(Desta Inas)
Menurut Afrianto et al. (2015), perubahan kondisi media budidaya dapat menjadi
indikator adanya serangan tertentu. Hal
ini berkaitan dengan kondisi fisik, kimiawi, dan biologis air. Perubahan fisik
media budidaya dapat terjadi karena berubahnya suhu, derajat keasaman (pH),
kesadahan, kandungan oksigen, atau kekeruhan air. Perubahan fisik dapat
berpengaruh langsung atau tidak langsung terhadap serangan penyakit pada ikan
pemeliharaan. Sehingga kualitas air perlu diperhatikan dalam budidaya perairan. Dalam budidaya nilai
indikator kualitas air harus berada pada nilai yang optimal. Jika kurang atau
lebih dapat mempengaruhi pertumbuhan dan dapat menimbulkan serangan penyakit
bagi ikan yang dibudidayakan.
Menurut
Kordi (2013), ikan budi daya yang dipelihara pada perairan yang kualitas airnya
tidak memenuhi syarat pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membahayakan
ikan tersebut. Oleh karena itu, selain harus menggunakan air yang kualitasnya
sesuai dengan kebutuhan ikan budi daya, juga harus menjaga (menciptakan)
kondisi kualitas air yang optimal bagi ikan budi daya di wadah budi daya. Ikan
budi daya akan stres bila terjadi perubahan kualitas air seperti H2S
atau amonia. Perubahan kualitas air ini membahayakan ikan secara langsung dan
membuka peluang perkembangan organisme penyakit. Agar pertumbuhan ikan budi
daya tidak terganggu, maka kualitas air harus diperhatikan dan berada pada
kondisi yang optimal. Selain itu juga diperlukan adanya pergantian air atau
resirkulasi untuk mengurangi jumlah kandungan amonia di dalam air. Perubahan
kualitas air yang ekstrem dapat menyebabkan kematian masal bagi ikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar