squad

squad

Selasa, 17 November 2015

MAKALAH PENGARUH GAS METAN TERHADAP KEGIATAN BUDIDAYA PERAIRAN



MAKALAH
PENGARUH GAS METAN TERHADAP KEGIATAN BUDIDAYA
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Limnology
Dosen: Prof. Dr. Ir. Arief Prajitno, MS.













Disusun Oleh :
Feri Ardianza Saputra                         (145080507111006)
Desta Inas Fauziyah                            (145080507111008)


PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015



KATA PENGANTAR


            Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya yang diberikan, kami mampu menyelesaikan makalah kami yang berjudul pengaruh metan bagi perairan  yang bertujuan untuk memenuhi tugas matakuliah limnologi tahun akademik 2015. Kami mengucapkan rasa terima kasih kami kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan doa dan dukungan untuk lebih giat dalam menuntut ilmu. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing matakuliah limnologi yang senantiasa memberikan ilmu kepada kami, serta teman–teman mahasiswa budidaya perairan angkatan 2014 yang senantiasa membantu dalam memberikan referensi–referensi demi kelengkapan makalah ini. Namun, makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan didalamnya. Kami berharap kritik dan saran guna menjadi cambuk agar kami dapat lebih giat untuk belajar dan memperbaiki diri dalam menulis makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita. Atas perhatian saudara, kami mengucapkan terimakasih.


Malang, 1 November 2015


Penyusun




DAFTAR ISI















                                                                                              








1. PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang

Gas metana (CH4) adalah gas yang terbentuk dari metabolisme jasad renik dalam kondisi ter-genang (anaerob) di dasar rawa, sawah, lambung manusia atau hewan, dan dalam tumpukan sampah di TPA. Produksi ikan dan tilapia memimpin kenaikan emisi gas metan dari sawah di bawah kondisi lapangan, terlepas dari masukan yang disediakan. Produksi metana dipengaruhi oleh suhu, sehingga dalam isu pe-manasan global, peningkatan suhu akan memperbesar produksi metana. Sumber metana umumnya adalah antropogenik, yaitu hasil kegiatan manusia di bidang per-tanian, peternakan, dan pembakaran bio-massa, berturut-turut memberikan sum-bangan 21%, 15%, dan 8% emisi dunia. Emisi metana dari lahan pertanian umum-nya berasal dari sawah (Sutrisno et al., 2009).
Sumber gas methan di perairan juga di sebabkan kotoran ternak darat yang terbawa oleh aliran sungai. Menurut Jayanegara et al 2008, ternak menghasilkan gas metana (CH4) yang berkontribusi terhadap akumulasi gas rumah kaca di atmosfer yang berdampak pada pemanasan global. Produksi gas metana dari ternak   berkontribusi terhadap 95% dari total emisi metana yang dihasilkan oleh ternak dan manu-sia, dan sekitar 18% dari total gas rumah kaca di atmosfer. Emisi metana ini tidak hanya terkait dengan masalah lingkungan, namun juga merefleksikan hilang-nya sebagian energi dari ternak sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk proses produksi. Sekitar 6%-10% dari energi bruto pakan yang dikonsumsi ternak   hilang sebagai metana.
Menurut Frei et al. (2007), gas methan berpengaruh terhadap pH dan kadar oksigen yang terlarut dipelihara dalam plot mina padi. Kedua parameter merupakan level terendah dalam pengobatan di mana tingkat pemberian makanan yang lebih tinggi yang disediakan. Karena aktivitas ikan, banjir dalam pengobatan mina padi lebih keruh, sebagaimana tercermin dalam hal anorganik particulate lebih tinggi (PIOM).




1.2              Rumusan Masalah

1.        Apakah yang dinamakan gas metan.
2.        Darimanakah asal gas metan.
3.        Bagaimanakah cara mengetahui keberadaan gas metan.
4.        Bagaimana pengaruh kegiatan budidaya terhadap keberadaan gas metan.
5.        Bagaimana pengaruh keberadaan gas metan terhadap kegiatan budidaya.
6.        Bagaimana cara mengurangi kandungan gas metan.

1.3              Tujuan Penulisan

1.        Supaya mengetahui yang dinamakan gas metan.
2.        Supaya mengetahui asal gas metan.
3.        Supaya mengetahui cara mengetahui keberadaan gas metan.
4.        Supaya mengetahui pengaruh kegiatan budidaya terhadap keberadaan gas metan.
5.        Supaya mengetahui pengaruh keberadaan gas metan terhadap kegiatan budidaya.
6.        Supaya mengetahui cara mengurangi kandungan gas metan.




2. PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Gas Methan

Menurut Prasetiono dan Triwikantoro (2012), Metana adalah salah satu komponen gas terbesar dari produksi biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Peningkatan produksi biogas dilakukan salah satunya dengan memberikan bahan tambahan berupa tetes tebu dan limbah cair tahu pada kotoran hewan. Kotoran hewan dan bahan tambahan dicampur air dengan per-bandingan massa 1 : 2, sedangkan perbandingan kotoran hewan dengan bahan tambahan dibuat secara bervariasi yaitu (90:10):2, (80:20):2 dan (70:30):2. Kandungan gas metana yang berada di tandon gas dideteksi pada hari ke-7 dan hari ke-20. Analisis produksi biogas menunjukkan bahwa awalnya penambahan tetes tebu dan lim-bah cair tahu menaikkan CH4, tetapi semakin besar jumlah tetes tebu yang ditambahkan semakin turun jumlah CH4 yang dihasilkan, sedangkan penambahan limbah cair tahu berpengaruh sebaliknya yaitu semakin besar tambahan limbah tahu, maka semakin besar produksi CH4.
Menurut Thalip et al. (2010), Gas metana merupakan tipikal gas rumah kaca (GRK) yang diemisi oleh subsektor peternakan, terutama dari ternak, yakni sebagai hasil kerja bakteri metanogenik dalam sistem pencernaan hewan. Dalam sistem pencernaan, senyawa-senyawa organik bahan pakan difermentasi oleh mikroba menghasilkan asam-asam lemak mudah terbang (volatile fatty acids, VFA), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H2) dan ammonia (NH3). Melalui proses metanogenesis oleh adanya bakteri metanogenik, CO2 direduksi dengan H2membentuk CH4, dan gas metana yang terbentuk ini keluar melalui eruktasi (sekitar 83%), pernapasan (sekitar 16%) dan anus (sekitar 1%). Kontribusi emisi GRK subsektor peternakan secara nasional hanya sekitar 1,2% (KP3I, 2008: tidak diterbitkan), namun secara global aktivitas peternakanmemberikan kontribusi sebesar 12% dari emisi total dunia. Dibandingkan dengan era praindustri (sekitar tahun 1750), konsentrasi GRK saat ini mengalami peningkatan secara tajam,yakni masing-masing mengalami kenaikan konsentrasi untuk CO2sebesar 34%, CH4sebesar 152% dan N2O sebesar 18% dan terlihat bahwa CH4 mengalami peningkatan konsentrasi yang tertinggi. Diprediksi bahwa pemanasan global menyebabkan temperatur rata-rata dunia akan naik antara 1,8 – 4,0°C pada tahun 2100. Dalam jumlah mol yang sama, gas metana mempunyai efek rumah kaca yang lebih besar dibandingkan dengan gas CO2karena daya menangkap panas CH4: 25 x CO2. Berbagai teknologi untuk menurunkan produksi gas metana enterik telah banyak dilakukan, antara lain dengan pendekatan manajemen pemberian pakan, manajemen penggunaan bahan pakan (rumput budidaya, leguminosa, konsentrat, hasil samping pertanian/perkebunan yang dapat dijadikan sumber protein dan energi) dan pemberian  feed additive.
Gas metana (CH4) adalah gas yang terbentuk dari metabolisme jasad renik dalam kondisi ter-genang (anaerob) di dasar rawa, sawah, lambung manusia atau hewan, dan dalam tumpukan sampah di TPA. Gas metana juga dihasilkan dari pembakaran biomassa/bahan organik dan terdapat dalam tam-bang batu bara. Produksi metana dipengaruhi oleh suhu, sehingga dalam isu pe-manasan global, peningkatan suhu akan memperbesar produksi metana. Sumber metana umumnya adalah antropogenik, yaitu hasil kegiatan manusia di bidang per-tanian, peternakan, dan pembakaran bio-massa, berturut-turut memberikan sum-bangan 21%, 15%, dan 8% emisi dunia. Emisi metana dari lahan pertanian umum-nya berasal dari sawah (Sutrisno et al., 2009).

2.2       Sumber Gas  Methan

Sumber gas methan di perairan juga di sebabkan kotoran ternak darat yang terbawa oleh aliran sungai. Menurut Jayanegara et al 2008, ternak menghasilkan gas metana (CH4) yang berkontribusi terhadap akumulasi gas rumah kaca di atmosfer yang berdampak pada pemanasan global. Produksi gas metana dari ternak   berkontribusi terhadap 95% dari total emisi metana yang dihasilkan oleh ternak dan manusia, dan sekitar 18% dari total gas rumah kaca di atmosfer. Emisi metana ini tidak hanya terkait dengan masalah lingkungan, namun juga merefleksikan hilang-nya sebagian energi dari ternak sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk proses produksi. Sekitar 6%-10% dari energi bruto pakan yang dikonsumsi ternak   hilang sebagai metana.
Menurut Fatoni et al.(2012), Ulva lactuva dan  Laminaria adalah jenis rumput laut yang terbukti menghasilkan biogas dalam skala yang besar di negara Jepang. Gas metana yang dihasilkan adalah sebanyak 17m3/ton yang dapat digunakan untuk pembangkit listrik. Di Indonesia pembuatan biogas dari rumput laut telah dilakukan oleh Saputra (2010), dengan menggunakan rumput laut jenis  Sargassumduplicatum dan caulerpa raemosa. Kedua jenis rumput laut ini dapat menghasilkan gas metana yang bermanfaat sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak. Rumput laut Eucheuma cottonii 5 Kg dapat menghasilkan biogas dengan tekanan 14,90 Psi pada hari ke 24 dan hasil karakterisasi yang terdapat dalam proses pembuatan biogas dari rumput laut Eucheuma cottonii.
Metana (CH4) terbentuk dari meta-bolisme jasad renik dalam kondisi ter-genang (anaerob) di dasar rawa, sawah, lambung manusia atau hewan, dan dalam tumpukan sampah di TPA. Gas metana juga dihasilkan dari pembakaran biomassa/bahan organik dan terdapat dalam tam-bang batu bara. Produksi metana dipe-ngaruhi oleh suhu, sehingga dalam isu pe-manasan global, peningkatan suhu akan memperbesar produksi metana. Sumber metana umumnya adalah antropogenik, yaitu hasil kegiatan manusia di bidang per-tanian, peternakan, dan pembakaran bio-massa, berturut-turut memberikan sum-bangan 21%, 15%, dan 8% emisi dunia. Emisi metana dari lahan pertanian umum-nya berasal dari sawah (Sutrisno et al., 2009).

2.3       Cara mengetahui kandungan gas methan

Kandungan gas metana diukur meng-gunakan infrared methane analyzer (Pronova Analysentechnik GmbH & Co. KG, Berlin, Germany) yang dikalibrasi dengan gas metana murni berkadar 10,6%. Setelah dilakukan pengamatan terhadap vo-lume gas total, saluran keluar dari tabung in vitrodimasukkan ke dalam saluran masuk dari methane analyzer. Data yang diperoleh adalah berupa persentase kandungan metana dalam kandungan gas total (Jayanegara, 2008).

2.4       Pengaruh Kegiatan Budidaya terhadap Kebaradaan Gas Methan

Menurut Frei et al. (2007), Produksi ikan dan tilapia memimpin kenaikan emisi gas metan dari sawah di bawah kondisi lapangan, terlepas dari masukan yang disediakan. Mekanisme dua dapat diajukan untuk menjelaskan efek ini:
(1) penurunan tingkat oksigen terlarut, karena adanya ikan dan (2) tindakan mekanis ikan menuju pelepasan dijebak tanah metana. Kemunduran lingkungan ini harus ditimbang berbagai keuntungan yang disediakan oleh produksi terpadu. Pengendalian gulma dan serangga, saling melengkapi penggunaan sumber-sumber gizi yang ditingkatkan, efisiensi, dan ketiadaan pestisida kimia telah disebutkan sebagai manfaat ekologi menghasilkan ikan di sawah. Selain itu, keuntungan ekonomi bagi para petani dan kontribusi untuk ketahanan pangan di daerah pedesaan di negara-negara berkembang, perlu dipertimbangkan.
Sedikit yang diketahui tentang akibat ikan pada emisi gas rumah kaca dari sistem mina padi terpadu. Percobaan yang dilakukan di Bangladesh Universitas Pertanian untuk menilai pengaruh sarung ikan pada metana emisi dari sawah. Ikan, Cyprinus umum carpio L., dan sungai Nil, Oreochromis Tilapia niloticus (L.) telah dilengkapi dalam sebuah budaya campuran dan diperlakukan dengan tiga rezim input yang berbeda: (1) urea pembuahan menurut rekomendasi dari Bangladesh Beras Research Institute (BRRI), (2) pemberian makanan tambahan pada 2 _ tingkat pemeliharaan dan (3) jadwal pemberian makanan yang ditinggikan di mana 4 _ tingkat pemeliharaan pada awalnya the fed dan 2 tingkat pemeliharaan pada akhir periode pertumbuhan. Hanya sawah dengan urea pembuahan menurut BRRI-rekomendasi ini disertakan sebagai kontrol. Kehadiran meningkat emisi gas metana ikan dalam semua tiga pengobatan mina padi. Emisi rata-rata selama musim tumpang sari 34, 37, dan 32 mg m_2 h_1 dalam pengobatan nina padi, masing-masing, dan 20 mg m_2 h_1 dalam hanya sawah. Selain dari peningkatan metana, penurunan yang signifikan emisi ( p < 0,05) dalam banjir pH dan kadar oksigen yang terlarut dipelihara dalam plot mina padi (Frei et al., 2007).

2.5       Pengaruh Gas Methan terhadap Kegiatan Budidaya

Menurut Thalip et al. (2010), Rendahnya  kualitas hijauan pakan disebabkan karena kandungan energi dan nitrogen rendah dan kandungan serat tinggi. Pakan berserat tinggi tidak saja menurunkan efisiensi penggunaan pakan tapi juga meningkatkan produksi gas metana. Gas metana merupakan tipikal gas rumah kaca (GRK) yang diemisi oleh sub-sektor peternakan, terutama dari ternak  , yakni sebagai hasil kerja bakteri metanogenik dalam sistem pencernaan hewan. Dalam sistem pencernaan, senyawa-senyawa organik bahan pakan difermentasi oleh mikroba menghasilkan asam-asam lemak mudah terbang (volatile fatty acids, VFA), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H2) dan ammonia (NH3). Melalui proses metanogenesis oleh adanya bakteri metanogenik, CO2 direduksi dengan H2membentuk CH4, dan gas metana yang terbentuk ini keluar melalui eruktasi (sekitar 83%), pernapasan (sekitar 16%) dan anus (sekitar 1%). Kontribusi emisi GRK subsektor peternakan secara nasional hanya sekitar 1,2% (KP3I, 2008: tidak diterbitkan), namun secara global aktivitas peternakanmemberikan kontribusi sebesar 12% dari emisi total dunia. Dibandingkan dengan era praindustri (sekitar tahun 1750), konsentrasi GRK saat ini mengalami peningkatan secara tajam,yakni masing-masing mengalami kenaikan konsentrasi untuk CO2sebesar 34%, CH4sebesar 152% dan N2O sebesar 18% dan terlihat bahwa CH4 mengalami peningkatan konsentrasi yang tertinggi. Diprediksi bahwa pemanasan global menyebabkan temperatur rata-rata dunia akan naik antara 1,8 – 4,0°C pada tahun 2100. Dalam jumlah mol yang sama, gas metana mempunyai efek rumah kaca yang lebih besar dibandingkan dengan gas CO2karena daya menangkap panas CH4: 25 x CO2. Berbagai teknologi untuk menurunkan produksi gas metana enterik telah banyak dilakukan, antara lain dengan pendekatan manajemen pemberian pakan, manajemen penggunaan bahan pakan (rumput budidaya, leguminosa, konsentrat, hasil samping pertanian/perkebunan yang dapat dijadikan sumber protein dan energi) dan pemberian  feed additive.
Kehadiran ikan kemungkinan dampak pada berbagai langkah-langkah proses emisi gas metan dari. Sebelumnya ianya diandaikan bahawa ikan mungkin aerate tanah sawah oleh burrowing ke dalam tanah mencari makan. Hal ini akan dikaitkan dengan kenaikan dalam potensi redox, lebih tinggi dari internet, dan akhirnya oksidasi methan emisi lebih rendah. Sebaliknya, kita diukur meningkatkan emisi gas metana di hadapan ikan dalam percobaan rumah kaca. Dalam percobaan yang, dorongan metana emisi yang diterangkan dengan penurunan bahwa air makin oksigen yang terlarut (berbuat), dan tindakan mekanik tingkat ikan, yang menyebabkan pelepasan metana terperangkap di dalam tanah. (Frei et al., 2007).
Masih menurut Frei et al. (2007), Selain itu gas methan juga berpengaruh terhadap pH dan kadar oksigen yang terlarut dipelihara dalam plot mina padi. Kedua parameter merupakan level terendah dalam pengobatan di mana tingkat pemberian makanan yang lebih tinggi yang disediakan. Karena aktivitas ikan, banjir dalam pengobatan mina padi lebih keruh, sebagaimana tercermin dalam hal anorganik particulate lebih tinggi (PIOM). Tingkat yang ditinggikan membubarkan metana dipelihara dalam banjir dari nasi ditambah- ikan umpan makar. Emisi gas metana menunjukkan korelasi negatif dengan pagi dan sore pH bahwa air makin (R = _0,46; r = _0.56, p < 0,001 inci) dan pagi dan sore tingkat oksigen yang terlarut (R = _0.53; r = _0,46, p < 0,001 inci). Correlations positif tercatat antara pagi dan sore bahwa air makin (R = 0.49 suhu; r = 0.44, p < 0,001 inci) dan dengan suhu udara (R = 0,54, p < 0,001 inci). Hasil menyarankan bahwa sarung ikan memiliki efek meningkat pada metana emisi dari sawah.

2.6       Cara Mengurangi Kandungan gas metana

            Berbagai upaya telah dilakukan dalam mengurangi emisi metana   seperti suplementasi konsentrat, lipid, asam organik minyak atsiri, serta probiotik dan prebiotik, baik in vitro, maupun in vivo. Senyawa antibiotik seperti monensin dan lasalosid juga telah digunakan untuk me-nurunkan produksi metana. Namun demikian penggunaan antibiotik telah dilarang di Uni Eropa sejak 2006 dan negara-negara di luar Uni Eropa pun sedang mempertimbangkan untuk melarang penggu-naan antibiotik. Kondisi tersebut membuat para ilmuwan mulai mengintensifkan penelitian pada senyawa-senyawa alami yang terdapat pada tanaman sebagai zat aditif pakan untuk meningkatkan produktivitas ternak, termasuk dalam menurunkan pro-duksi metana. Tanin atau polifenol merupakan salah satu senyawa yang berpotensi menurunkan emisi metana di antara senyawa-senyawa alami yang terdapat pada tanaman (Jayanegara et al., 2008).
Fraksi senyawa polifenol yang secara nyata menurunkan produksi gas metana adalah total fenol (yang terdiri atas senyawa fenol tanin dan senyawa fenol bukan tanin) dan total tanin, sedangkan tanin terkondensasi tidak terbukti menurunkan metana melalui koefisien korelasi pada penelitian ini. Data ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Jayanegara et al. (2008), bahwa total fenol, total tanin dan tanin bioassay (persen-tase meningkatnya produksi gas ketika tanin diinaktivasi dengan polietilen glikol, PEG) menurunkan produksi metana sedangkan tanin terkondensasi tidak. Berlawanan dengan hasil ini, tanin terkondensasi secara signifikan dapat menurunkan emisi metana Puchala et al. (2005) dan Animut et al. (2008) dalam Jayanegara et al. (2008), Berdasarkan hal tersebut efek tanin terkondensasi terhadap pro-duksi metana masih belum konsisten, apakah dapat menurunkan atau tidak. Hal ini sangat bergantung pada tanaman sumber tanin terkon-densasi tersebut, karena struktur senyawa tanin terkondensasi sangat bervariasi antara satu tanaman dengan tanaman lainnya.




3.PENUTUP


3.1       Kesimpulan

·           Gas metana (CH4) adalah gas yang terbentuk dari metabolisme jasad renik dalam kondisi ter-genang (anaerob) di dasar rawa, sawah, lambung manusia atau hewan, dan dalam tumpukan sampah di TPA.

·           Metana (CH4) terbentuk dari meta-bolisme jasad renik dalam kondisi ter-genang (anaerob) di dasar rawa, sawah, lambung manusia atau hewan, dan dalam tumpukan sampah di TPA. Gas metana juga dihasilkan dari pembakaran biomassa/bahan organik dan terdapat dalam tam-bang batu bara.


·           Kandungan gas metana diukur meng-gunakan infrared methane analyzer (Pronova Analysentechnik GmbH & Co. KG, Berlin, Germany) yang dikalibrasi dengan gas metana murni berkadar 10,6%. Setelah dilakukan pengamatan terhadap vo-lume gas total, saluran keluar dari tabung in vitrodimasukkan ke dalam saluran masuk dari methane analyzer. Data yang diperoleh adalah berupa persentase kandungan metana dalam kandungan gas total.

·           Produksi ikan dan tilapia memimpin kenaikan emisi gas metan dari sawah di bawah kondisi lapangan, terlepas dari masukan yang disediakan.

·           gas methan juga berpengaruh terhadap pH dan kadar oksigen yang terlarut dipelihara dalam plot mina padi. Kedua parameter merupakan level terendah dalam pengobatan di mana tingkat pemberian makanan yang lebih tinggi yang disediakan.

·           Berbagai upaya telah dilakukan dalam mengurangi emisi metana   seperti suplementasi konsentrat, lipid, asam organik minyak atsiri, serta probiotik dan prebiotik, baik in vitro, maupun in vivo. Senyawa antibiotik seperti monensin dan lasalosid juga telah digunakan untuk me-nurunkan produksi metana.

3.2       Saran




DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar